Rabu, 02 Mei 2012

TENTANG PUNAKAWAN





Punakawan adalah karakter yang khas dalam pewayangan Indonesia. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebajikan. Dalam wayang Jawa karakter punakawan terdiri dari Semar, Gareng, Bagong dan Petruk. 

 yang pertama kali akan dibahas dalam wacana ini adalah 


PETRUK: adalah anak Gandarwa (sebangsa jin), menjadi anak angkat kedua Semar setelah Gareng. Petruk, diadaptasi dari kata Fatruk, merupakan pangkal dari wejangan tassawuf yang berbunyi “Fat-ruk kulla maa siwaLLaahi” yang artinya tinggalkan semuanya kecuali Allah. Wejangan tersebut kemudian menjadi pegangan dan watak utama dari para wali dan aulia. Nama lain Petruk adalah Kanthong Bolong, artinya suka berdema. Doblajaya, artinya pintar. Dawala, Dawa artinya panjang, la, artinya ala atau jelek. Sudah panjang, tampilan fisiknya jelek. Hidung, telinga, mulut, kaki, dan tangannya panjang. Dawala, juga menggambarkan adanya pertalian batin antara para leluhurnya di kahyangan (alam kelanggengan) dengan anak turunnya. Petruk Kanthong Bolong wajahnya selalu tersenyum, bahkan pada saat sedang berduka pun selalu menampakkan wajah yang ramah dan murah senyum dengan penuh ketulusan. Petruk mampu menyembunyikan kesedihannya sendiri di hadapan para kesatria bendharanya. Sehingga kehadiran petruk benar-benar membangkitkan semangat dan kebahagiaan tersendiri di tengah kesedihan.

Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya, Bebadra = Membangun sarana dari dasar, Naya = Nayaka = Utusan mangrasul, Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi  kesejahteraan manusia. Javanologi : 
Semar = Haseming samar-samar . Harafiah : Sang Penuntun Makna Kehidupan . Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : "Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tunggal". Sedang tangan kirinya bermakna "berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik". Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa. Rambut semar "kuncung" (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi. Semar barjalan menghadap keatas maknanya : "dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat". Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : menegakan keadilan dan kebenaran di bumi.


Gareng mempunya beberapa nama lain, yaitu : Pancalpamor (artinya menolak godaan duniawi) - Pegatwaja (artinya gigi sebagai perlambang bahwa Gareng tidak suka makan makanan yang enak-enak yang memboroskan dan mengundang penyakit) - Nala Gareng (artinya hati yang kering, kering dari kemakmuran, sehingga ia senantiasa berbuat baik).
Sedangkan ciri fisik dari tokoh Gareng adalah:

1. Mata juling - artinya tidak mau melihat hal-hal yang mengundang kejahatan/ tidak baik.
2. Tangan ceko (melengkung) - artinya tidak mau mengambil/ merampas hak orang lain.
3. Sikil gejik (seperti pincang) - artinya selalu penuh kewaspadaan dalam segala perilaku.

Gareng senang bercanda, setia kepada tuannya, dan gemar menolong. Dalam pengembaraannya pernah menjadi raja bernama Prabu Pandu Bergola di kerajaan Parang Gumiwang. Ia sakti mandraguna, semua raja ditaklukkannya. Tetapi ia ingin mencoba kerajaan Amarta ( tempat ia mengabdi ketika menjadi punakawan).Semua satria pandawapun dikalahkannya. Sementara itu Semar, Petruk dan Bagong sangat kebingungan karena kepergian Gareng.

BAGONG:  tokoh Bagong dilukiskan dengan ciri-ciri fisik yang mengundang kelucuan. Tubuhnya bulat, matanya lebar, bibirnya tebal dan terkesan memble. Dalam figur wayang kulit, Bagong membawa senjata kudi.
Gaya bicara Bagong terkesan semaunya sendiri. Dibandingkan dengan ketiga panakawan lainnya, yaitu Semar, Gareng, dan Petruk, maka Bagong adalah sosok yang paling lugu dan kurang mengerti tata krama. Meskipun demikian majikannya tetap bisa memaklumi.
Beberapa versi menyebutkan bahwa, sesungguhnya Bagong bukan anak kandung Semar. Dikisahkan Semar merupakan penjelmaan seorang dewa bernama Batara Ismaya yang diturunkan ke dunia bersama kakaknya, yaitu Togog atau Batara Antaga untuk mengasuh keturunan adik mereka, yaitu Batara Guru.
Togog dan Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sanghyang Tunggal, supaya masing-masing diberi teman. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Togog menjawab "hasrat", sedangkan Semar menjawab "bayangan". Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong.
Dalam hal pewayangan, pihak Surakarta mempertahankan aliran Kyai Panjang Mas yang hanya memiliki tiga orang panakawan (Semar, Gareng, dan Petruk), sedangkan pihak Yogyakarta menggunakan aliran Nyai Panjang Mas yang tetap mengakui keberadaan Bagong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar